Senin, 11 Juni 2012
Browse Manual »
Wiring »
Agama
»
Izzudin Al-Qassam, Brigade Martir Para Pemuda Masjid
Dalam perjuangan menegakkan diinullah, tak hanya diperlukan kekuatan fisik yang tangguh, tetapi juga sikap mental, akhlak dan akidah yang lurus, yang bersih dari segala kepentingan duniawi. Perjuangan menegakkan kebenaran harus dimulai dengan perjuangan melawan hawa nafsu dari belenggu syahwat dunia. Itulah yang diterapkan oleh Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas dalam merekrut para anggota yang siap menjemput syahid kapan saja. Mereka tak hanya mempunyai mental baja, tapi juga keimanan yang kokoh dan kepribadian yang mulia.
Seperti halnya Hamas dan gerakan intifadhahnya yang lahir dari “revolusi masjid” (tsauratul masjid), Brigade Al-Qassam juga lahir dan terbentuk dari tempat yang sama. Para anggota brigade ini adalah orang-orang pilihan, yang direkrut dari para pemuda masjid yang bertebaran di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Bagi Brigade al-Qassam, para pemuda masjid yang rajin melaksanakan shalat subuh berjamaah, jauh dari perbuatan tercela, dan siap dibentuk menjadi syuhada, adalah amunisi paling dahsyat dalam melawan penjajah Zionis.
Karena itu, para anggota al-Qassam menerapkan disiplin organisasi yang ketat, terutama dalam amalan ibadah harian mereka, termasuk amalan-amalan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Kebanyakan anggota dari brigade ini adalah para hafidz (penghapal al-Qur’an) dan orang-orang terdidik. Mereka juga dituntut untuk menghapal minimal hadits-hadits dalam Arba’in an-Nawawi, kitab yang memuat hadits-hadits pilihan. Mereka tak hanya siap secara fisik, tapi juga matang secara ruhani. Mereka menerapkan pola hidup quwwatul jasad, wa quwwatul aqidah, kuat secara fisik, dan kuat secara akidah.
Sebagai organisasi yang lahir dari para aktivis al-Ikhwan al-Muslimu—sebuah organisasi yang didirikan di Mesir oleh Syekh Hassan al-Banna pada 1928, brigade ini juga menerapkan pola serupa dalam mengadakan pelatihan dan pengkaderan. Lima prinsip yang dipegang oleh al-Ikhwan al-Muslimun, yaitu: Allah tujuan kami, Rasulullah teladan kami, al-Qur’an undang-undang kami, jihad jalan kami, dan mati syahid adalah cita-cita tertinggi kami, juga menjadi prinsip perjuangan brigade ini.
Dalam perang Arab-Yahudi, Januari 1948, beberapa bulan setelah Majelis Umum PBB, di bawah campur tangan kuat lobi-lobi Zionis di Amerika, pada 29 November 1947 membagi wilayah Palestina berdasarkan kesatuan ekonomi. Dalam pembagian wilayah ini, bangsa Yahudi menempati beberapa wilayah tanah Palestina, yaitu: Yaffa, Galilea Timur sampai Lembag Esdraelon, daerah pantai dari Haifa hingga Selatan Yaffa, dan sebagian besar Negeb. Dengan pembagian ini, bangsa Yahudi menguasai 2/3 wilayah Palestina. Sedangkan sisanya, di bagian tengah dan timur Palestina diserahkan ke bangsa Arab. Sementara Yerusalem dan Betlehem di bawah pengawasan pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada PBB.
Pembagian wilayah ini membuat bangsa Arab marah, sehingga mereka mengirimkan tentaranya untuk menolak pembagian wilayah yang dilakukan oleh Majelis Umum PBB. Apalagi, pembagian wilayah itu jelas-jelas, tak lebih dari upaya pencaplokan Zionis terhadap tanah Palestina. Dalam perang yang dimulai pada bulan Januari 1948 itu, tentara Arab berhasil membumihanguskan perkampungan-perkampungan Yahudi. Selama satu bulan perang berlangsung, 2.500 orang Yahudi tewas.
Kemarahan bangsa Arab semakin menjadi-jadi ketika British Mandate yang menguasai wilayah Palestina, mengakhiri penguasaannya pada 14 Mei 1948. Di saat yang sama, Dewan Nasional Yahudi di Tel Aviv, mendeklarasikan berdirinya negara Yahudi. Negara-negara Arab, seperti Suriah, Libanon, Trans-Jordania, Iran, dan Mesir, memasuki wilayah-wilayah Palestina. Sementara itu, pasukan Yahudi juga dibeking oleh sukarelawan dari Amerika dan Eropa Barat. Karena kekuatan tak seimbang, Yahudi berhasil memenangkan peperangan.
Pada perang 1948 itu, Syekh Hassan al-Banna pimpinan tertinggi al-Ikhwan al-Muslimun mengirimkan sukarelawan non-militer untuk membantu tentara pasukan khusus Arab. Pengaruh al-Ikhwan al-Muslimun inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Hamas. Pola-pola pengaderan, manhaj pergerakan, dan sistem berorganisasi Hamas juga banyak mengambil dari pola perjuangan dan sistem yang dibangun oleh kelompok Ikhwan di Mesir.
Di antaranya adalah pembentukan Nizham al-Khas (Biro Khusus) yang dibentuk untuk mengader para anggota dalam brigade ini. Biro ini bertugas memberikan pelatihan yang bersifat rahasia, sistem sel, dan antara sesama anggota tidak saling mengenal, kecuali oleh mereka yang satu liqa’ (group) dengannya, yang terdiri dari masing-masing sepuluh orang. Sel tertutup inilah yang menyulitkan tentara Zionis untuk memburu brigade al-Qassam.
Selain integritas moral yang tangguh, para anggota dalam brigade ini juga dilatih secara fisik untuk bisa memegang senjata, menjadi sniper, mahir dalam strategi dan taktik perang gerilya, dan membuat bahan peledak. Untuk operasi intelijen, mereka juga belajar soal telik sandi, infiltrasi, desepsi, dan pemetaan. Sebagian besar anggota brigade ini adalah para pemuda terpelajar, al-muhandisuun (para insinyur), sehingga tidak terlalu sulit untuk mempelajari pembuatan bom dan ilmu-ilmu perang modern. Dan kekuatan terbesar brigade ini adalah keyakinannya akan kemenangan!
Sebutan Brigade Izzuddin al-Qassam diambil dari nama seorang pionir mujahid, Izzuddin al-Qassam, yang syahid sebagai martir di Jenin, Palestina, pada 20 November 1935. Nama lengkapnya Izzuddin ibn Abdul Qadar ibn Mustafa ibn Yusuf ibn Muhammad al-Qassam. Ia dilahirkan di Kota Jablah, Syiria, pada 20 November 1882. Al-Qassam adalah seorang dai dan guru. Ia menamatkan pendidikan sarjananya di Universitas Al-Azhar, Mesir. Selain sebagaiseorang dai, al-Qassam adalah seorang ulama mujahid. Saat erancis datang menjajah Syiria dan Libanon pada era tahun 1920-an, ia tampil sebagai mujahid yang menggerakkan semangat jihad untuk membebaskan dua negeri Muslim tersebut. Kemudian, saat Inggris menjanjikan kepada bangsa Yahudi sebuah tanah di Palestina untuk dijadikan negara tempat mereka tinggal, al-Qassam turun berjihad melawan penjajahan tersebut. Sebagai wadah perjuangan, al-Qassam mendirikan sebuah organisasi yang disebut oleh negara penjajah dengan nama organisasi Black Hand. Organisasi yang mengampanyekan perlawanan terhadap British dan Zionis.
Secara bahasa, Izzu berarti harga diri, kebanggan. Sedangkan ad-dien adalah al-Islam. Dan al-Qassam adalah orang yang mengikat sumpah. Izzuddin al-Qassam bisa diartikan sebagai orang yang bersumpah untuk menjaga kemulian Islam. Izzuddin al-Qassam ini oleh Syekh Ahmad Yassin, Dr Ibrahim al-Muqadama, Syekh Shalah Syahadah, dan para pionir Hamas lainnya dipilih sebagai nama sayap militer mereka, dengan harapan brigade ini bisa terus bertekad untuk membela Islam dan kaum Muslimin di tanah Palestina.
Sebelumnya, pada tahun 1986, Syekh Shalah Syahadah, membentuk sebuah organisasi perlawanan bernama Al-Mujahiduun al-Filistiniun (Mujahidin Palestina). Organisisasi ini dibentuk oleh Syekh Syahadah setelah ia bertemu dengan Syekh Ahmad Yassin pada 1986, usai keluar dari penjara. Saat itu, ia berbincang dengan Syekh Yassin untuk membentuk sebuah organisasi perlawanan dengan tujuan membebaskan tanah Palestina dari cengkeraman Zionis. Kemudian disepakatilah sebuah Al-Mujaahidun al-Filistiniun sebagai nama dari organisasi itu.
Syekh Syahadah dilahirkan di Kota Gaza pada 24 Februari 1935, tahun dimana Syekh Izzuddin al-Qassam wafat dibunuh Zionis. Dengan sistem jaringan dan sel tertutup, kelompok Mujahidin Palestina yang dibentuk Syekh Syahadah menargetkan para serdadu penjajah Zionis di setiap jengkal tanah Palestina. Jaringan ini beroperasi hingga tahun 1989, dan sukses melakukan operasi rahasia dengan menculik dua serdadu Zionis, Ilan Sadoon dan Avi Sasbortas. Selain Mujahidin Palestina, saat itu dibentuk juga Brigade Abdullah Azzam dan Brigade Majd, yang beroperasi dengan tujuan yang sama.
Syekh Shalah Syahadah sendiri gugur sebagai syuhada pada 22 Juli 2002. Pasukan Israel Defense Forces (IDF) menghujani tempat tinggalnya di Gaza City dengan satu ton bom yang dimuntahkan dari pesawat temput F-16 milik Israel. Syekh Syahadah wafat bersama anak-anak dan istrinya. Kematian Syekh Syahadah disebut oleh Perdana Menteri Israel saat itu, Ariel Sharon, sebagai, ”satu dari sebuah kesuksesan besar yang diraih oleh Zionis.” Maklum, sebelumnya Israel menuduh Syekh Syahadah termasuk di antara tokoh yang terlibat dalam memproduksi roket al-Qassam dan persenjataan Hamas lainnya.
Nama Mujahidin Palestina yang digagas Syekh Syahadah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Brigade Izzuddin al-Qassam pada tahun 1991, dua tahun sebelum Kesepakatan Oslo, 1993, meskipun brigade ini secara tidak resmi sudah turut andil di tengah-tengah intifadhah pertama pada kurun waktu 1987-1994. Secara resmi, Al-Qassam diperkenalkan sebagai sayap militer Hamas. Secara resmi pula brigade ini mendeklarasikan tujuannya sebagai organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan dan hak-hak bangsa Palestina di bawah naungan Islam, sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah, serta tradisi para ulama salaf dengan segala dedikasinya bagi tegaknya Islam.
Untuk mewujudkan tujuan itu, Brigade al-Qassam merumuskan setidaknya tiga langkah perjuangan, yaitu menumbuhkan semangat jihad kepada kaum Muslimin di Palestina dan dunia Arab, mempertahankan setiap jengkal tanah kaum Muslimin Palestina dari pendudukan dan agresi Zionis, dan membebaskan tanah Palestina. Brigade ini, kerap melakukan aksinya dengan penutup wajah berwarna hitam dan ikat kepala hijau bertuliskan Kataaib al-Qassam (Brigade al-Qassam) dan kalimat tauhid. Topeng wajah ini digunakan semata-mata untuk menghindari incaran intelijen Zionis dan Tentara Pertahanan Israel (IDF).
Tak ada data yang pasti tentang berapa jumlah anggota brigade ini, meskipun intelijen Israel menduga ada sekitar 40.000 orang yang tergabung dalam sayap militer Hamas ini. Yang jelas, hampir setiap perempuan yang ada di Palestina berharap lahir dari rahim mereka para al-Qassam, para generasi yang bertekad untuk bersumpah setia melakukan perlawanan demi tegaknya dinullah dan membebaskan setiap inchi tanah al-Quds dari cengkeraman Zionis Yahudi. Para orangtua di Palestina berharap anak-anaknya kelak bisa menjemput syahid, menjadi pejuang dalam barisan brigade ini.
Sebagai organisasi perlawanan yang lahir dan terbentuk dari bawah, Brigade al-Qassam tak memiliki persenjataan yang canggih. Mereka bergerak melakukan perlawanan dengan mengggunakan senjata-senjata dan roket rakitan, yang dengan izin Allah SWT mampu menebarkan teror terhadap kaum Zionis. Sejak didirikan, para insinyur dalam brigade ini mampu membuat roket yang bisa menempuh jarak 840 km. Mereka membuat roket dengan nama-nama pemimpin mereka, seperti Roket al-Banna, Roket Yassin, Roket Batar, dan Roket al-Qassam. Intelijen Israel menyebut dalam kurun waktu terakhir, brigade ini dilatih menggunakan peralatan canggih, seperi senjata anti-tank, misil anti pesawat tempur, dan lain-lain.
Roket-roket yang kerap ditembakkan ke selatan wilayah Israel inilah yang dijadikan alasan Israel untuk melakukan agresi biadabnya ke jantung pertahanan dan otoritas Palestina di Jalur Gaza. Dibanding jet-jet tempur super canggih, tank-tank lapis baja, dan bom yang mengandung zat kimia white phosphorous (pospor putih), yang digunakan Israel, roket-roket rakitan Brigade al-Qassam tak mampu membuat kota-kota di tanah jajahan itu hancur lebur. Roket-roket brigade ini setidaknya ingin mengabarkan, bahwa dengan senjata seadanya, mereka mampu membuat Israel kalang kabut dicekam kematian.
Sejak Brigade al-Qassam secara terbuka memainkan perannya sebagai organisasi bersenjata, ribuan anggotanya sudah banyak yang menjadi syuhada dan dipenjara. Puncaknya, saat intifadhah kedua meletus pada 2000, banyak anggota al-Qassam yang gugur, di antaranya Syekh Shalah Syahadah (syahid pada 2002) dan Adnan Al-Ghoul.
Pada September 2005, brigade merilis nama-nama komandan dan fungsionaris organisasi ini, yaitu Mohammad Deif (Komandan Umum), Ahmad Jabari dan Marwan Isa (Asisten Mohammad Deif), Raid Said (Komandan di Gaza City), Ahmad al-Ghandur (Komandan di Utara Gaza dan Kamp Pengungsi Jabaliya), Muhammad abu Shamala (Komandan di Selatan Gaza), dan Muhammad al-Sanwar (Komandan di Khan Yunis).
Sebagai kelompok perjuangan Islam yang sangat militan dan fundamental, Brigade al-Qassam dimasukkan dalam daftar organisasi teroris oleh negara-negara kafir seperti Amerika Serikat, Israel, Inggris, Australia, dan Uni Eropa. Posisi inilah yang kerap menyudutkan Hamas, sebagai organisasi yang mengedepankan aksi kekerasan dan menjadikan warga sipil sebagai tameng perjuangan. Suatu propaganda dusta yang kerap dihembuskan media-media yang berada di bawah kontrol Zionis Yahudi.
Selain bertempur dalam perang terbuka, Brigade al-Qassam juga melakukan taktik perjuangan dengan melakukan bom syahid (isytishadiah) ke jantung-jantung pusat pemerintahan Israel. Mereka yang siap melakukan bom syahid adalah anak-anak muda yang mendambakan syahid sebagai cita-cita tertinggi dalam hidupnya. Untuk sebuah operasi isytishadiah, calon martir harus meluruskan niat dan membersihkan hati dari segala kepentingan duniawi. Mereka juga harus menargetkan sasaran setepat mungkin, terutama tempat-tempat yang menjadi basis Zionis. Untuk sebuah operasi bom syahid, seperti dituturkan oleh Syekh Shalah Syahadah, setidaknya membutuhkan dana 3500 US dollar sampai dengan 50.000 US dollar. (Wawancara Syekh Shalah Syahadah, www.al-qassam.ps).
Apa yang menjadi terget al-Qassam? Benarkah mereka menargetkan rakyat sipil Israel? ”Kami tidak pernah menargetkan sekolah dan memerintahkan untuk membunuh anak-anak. Kami tidak pernah menargetkan rumah sakit, meskipun itu sangat mudah bagi kami. Kami tidak memerangi Yahudi karena semata-mata mereka Yahudi. Kami memerangi mereka karena mereka menjajah kami. Kami tidak memerangi mereka semata-mata karena keyakinan mereka. Kami memerangi mereka karena mereka merampas tanah kami,” tegas Syekh Shalah Syahadah.
Al-Arabi Center for Research and Studies, sebuah lembaga survei yang pernah melakuan penelitian tentang target penyerangan terhadap obyek sasaran yang sudah diraih oleh Brigade al-Qassam dan faksi jihad lainnya di Palestina menyebutkan, 47 persen dari musuh (zionis) yang menjadi target sasaran tewas, sedangkan 44,5 persen dari mereka yang menjadi target mampu dilumpuhkan atau terluka. Sedangkan faksi perlawanan lain yang juga mempunyai visi pembebasan Palestina hanya mampu meraih 20,1 persen target yang tewas dan 21,8 persen yang terluka. Angka ini menunjukan bahwa perlawanan al-Qassam lebih sengit ketimbang faksi jihad lainnya.
Hamas dan Brigade al-Qassammnya, tak hanya mengandalkan kekuatan senjata, tetapi juga keyakinanan akan sebuah kemenangan. Karenanya, bagi al-Qassam, statistik soal kekuatan pasukan Zionis bagi mereka sama sekali tak berarti. Di medan tempur, al-Qassam percaya, keyakinan dan mental juang mereka akan mengalahkan kekuatan sehebat apapun yang dimiliki serdadu Zionis penjajah! Brigade ini bertekad menghancurkan seluruh pasukan Zionis di tanah jajahan, seperti halnya Jaysu Muhammad, tentara Muhammad saw, meluluhlantakkan dan menghinakan kekuatan Yahudi di Khaibar. Khaibar, Khaibar ya Yahud! Jaysu Muhammad saufa ya’ud!
Izzudin Al-Qassam, Brigade Martir Para Pemuda Masjid
Seperti halnya Hamas dan gerakan intifadhahnya yang lahir dari “revolusi masjid” (tsauratul masjid), Brigade Al-Qassam juga lahir dan terbentuk dari tempat yang sama. Para anggota brigade ini adalah orang-orang pilihan, yang direkrut dari para pemuda masjid yang bertebaran di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Bagi Brigade al-Qassam, para pemuda masjid yang rajin melaksanakan shalat subuh berjamaah, jauh dari perbuatan tercela, dan siap dibentuk menjadi syuhada, adalah amunisi paling dahsyat dalam melawan penjajah Zionis.
Karena itu, para anggota al-Qassam menerapkan disiplin organisasi yang ketat, terutama dalam amalan ibadah harian mereka, termasuk amalan-amalan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Kebanyakan anggota dari brigade ini adalah para hafidz (penghapal al-Qur’an) dan orang-orang terdidik. Mereka juga dituntut untuk menghapal minimal hadits-hadits dalam Arba’in an-Nawawi, kitab yang memuat hadits-hadits pilihan. Mereka tak hanya siap secara fisik, tapi juga matang secara ruhani. Mereka menerapkan pola hidup quwwatul jasad, wa quwwatul aqidah, kuat secara fisik, dan kuat secara akidah.
Sebagai organisasi yang lahir dari para aktivis al-Ikhwan al-Muslimu—sebuah organisasi yang didirikan di Mesir oleh Syekh Hassan al-Banna pada 1928, brigade ini juga menerapkan pola serupa dalam mengadakan pelatihan dan pengkaderan. Lima prinsip yang dipegang oleh al-Ikhwan al-Muslimun, yaitu: Allah tujuan kami, Rasulullah teladan kami, al-Qur’an undang-undang kami, jihad jalan kami, dan mati syahid adalah cita-cita tertinggi kami, juga menjadi prinsip perjuangan brigade ini.
Dalam perang Arab-Yahudi, Januari 1948, beberapa bulan setelah Majelis Umum PBB, di bawah campur tangan kuat lobi-lobi Zionis di Amerika, pada 29 November 1947 membagi wilayah Palestina berdasarkan kesatuan ekonomi. Dalam pembagian wilayah ini, bangsa Yahudi menempati beberapa wilayah tanah Palestina, yaitu: Yaffa, Galilea Timur sampai Lembag Esdraelon, daerah pantai dari Haifa hingga Selatan Yaffa, dan sebagian besar Negeb. Dengan pembagian ini, bangsa Yahudi menguasai 2/3 wilayah Palestina. Sedangkan sisanya, di bagian tengah dan timur Palestina diserahkan ke bangsa Arab. Sementara Yerusalem dan Betlehem di bawah pengawasan pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada PBB.
Pembagian wilayah ini membuat bangsa Arab marah, sehingga mereka mengirimkan tentaranya untuk menolak pembagian wilayah yang dilakukan oleh Majelis Umum PBB. Apalagi, pembagian wilayah itu jelas-jelas, tak lebih dari upaya pencaplokan Zionis terhadap tanah Palestina. Dalam perang yang dimulai pada bulan Januari 1948 itu, tentara Arab berhasil membumihanguskan perkampungan-perkampungan Yahudi. Selama satu bulan perang berlangsung, 2.500 orang Yahudi tewas.
Kemarahan bangsa Arab semakin menjadi-jadi ketika British Mandate yang menguasai wilayah Palestina, mengakhiri penguasaannya pada 14 Mei 1948. Di saat yang sama, Dewan Nasional Yahudi di Tel Aviv, mendeklarasikan berdirinya negara Yahudi. Negara-negara Arab, seperti Suriah, Libanon, Trans-Jordania, Iran, dan Mesir, memasuki wilayah-wilayah Palestina. Sementara itu, pasukan Yahudi juga dibeking oleh sukarelawan dari Amerika dan Eropa Barat. Karena kekuatan tak seimbang, Yahudi berhasil memenangkan peperangan.
Pada perang 1948 itu, Syekh Hassan al-Banna pimpinan tertinggi al-Ikhwan al-Muslimun mengirimkan sukarelawan non-militer untuk membantu tentara pasukan khusus Arab. Pengaruh al-Ikhwan al-Muslimun inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Hamas. Pola-pola pengaderan, manhaj pergerakan, dan sistem berorganisasi Hamas juga banyak mengambil dari pola perjuangan dan sistem yang dibangun oleh kelompok Ikhwan di Mesir.
Di antaranya adalah pembentukan Nizham al-Khas (Biro Khusus) yang dibentuk untuk mengader para anggota dalam brigade ini. Biro ini bertugas memberikan pelatihan yang bersifat rahasia, sistem sel, dan antara sesama anggota tidak saling mengenal, kecuali oleh mereka yang satu liqa’ (group) dengannya, yang terdiri dari masing-masing sepuluh orang. Sel tertutup inilah yang menyulitkan tentara Zionis untuk memburu brigade al-Qassam.
Selain integritas moral yang tangguh, para anggota dalam brigade ini juga dilatih secara fisik untuk bisa memegang senjata, menjadi sniper, mahir dalam strategi dan taktik perang gerilya, dan membuat bahan peledak. Untuk operasi intelijen, mereka juga belajar soal telik sandi, infiltrasi, desepsi, dan pemetaan. Sebagian besar anggota brigade ini adalah para pemuda terpelajar, al-muhandisuun (para insinyur), sehingga tidak terlalu sulit untuk mempelajari pembuatan bom dan ilmu-ilmu perang modern. Dan kekuatan terbesar brigade ini adalah keyakinannya akan kemenangan!
Sebutan Brigade Izzuddin al-Qassam diambil dari nama seorang pionir mujahid, Izzuddin al-Qassam, yang syahid sebagai martir di Jenin, Palestina, pada 20 November 1935. Nama lengkapnya Izzuddin ibn Abdul Qadar ibn Mustafa ibn Yusuf ibn Muhammad al-Qassam. Ia dilahirkan di Kota Jablah, Syiria, pada 20 November 1882. Al-Qassam adalah seorang dai dan guru. Ia menamatkan pendidikan sarjananya di Universitas Al-Azhar, Mesir. Selain sebagaiseorang dai, al-Qassam adalah seorang ulama mujahid. Saat erancis datang menjajah Syiria dan Libanon pada era tahun 1920-an, ia tampil sebagai mujahid yang menggerakkan semangat jihad untuk membebaskan dua negeri Muslim tersebut. Kemudian, saat Inggris menjanjikan kepada bangsa Yahudi sebuah tanah di Palestina untuk dijadikan negara tempat mereka tinggal, al-Qassam turun berjihad melawan penjajahan tersebut. Sebagai wadah perjuangan, al-Qassam mendirikan sebuah organisasi yang disebut oleh negara penjajah dengan nama organisasi Black Hand. Organisasi yang mengampanyekan perlawanan terhadap British dan Zionis.
Secara bahasa, Izzu berarti harga diri, kebanggan. Sedangkan ad-dien adalah al-Islam. Dan al-Qassam adalah orang yang mengikat sumpah. Izzuddin al-Qassam bisa diartikan sebagai orang yang bersumpah untuk menjaga kemulian Islam. Izzuddin al-Qassam ini oleh Syekh Ahmad Yassin, Dr Ibrahim al-Muqadama, Syekh Shalah Syahadah, dan para pionir Hamas lainnya dipilih sebagai nama sayap militer mereka, dengan harapan brigade ini bisa terus bertekad untuk membela Islam dan kaum Muslimin di tanah Palestina.
Sebelumnya, pada tahun 1986, Syekh Shalah Syahadah, membentuk sebuah organisasi perlawanan bernama Al-Mujahiduun al-Filistiniun (Mujahidin Palestina). Organisisasi ini dibentuk oleh Syekh Syahadah setelah ia bertemu dengan Syekh Ahmad Yassin pada 1986, usai keluar dari penjara. Saat itu, ia berbincang dengan Syekh Yassin untuk membentuk sebuah organisasi perlawanan dengan tujuan membebaskan tanah Palestina dari cengkeraman Zionis. Kemudian disepakatilah sebuah Al-Mujaahidun al-Filistiniun sebagai nama dari organisasi itu.
Syekh Syahadah dilahirkan di Kota Gaza pada 24 Februari 1935, tahun dimana Syekh Izzuddin al-Qassam wafat dibunuh Zionis. Dengan sistem jaringan dan sel tertutup, kelompok Mujahidin Palestina yang dibentuk Syekh Syahadah menargetkan para serdadu penjajah Zionis di setiap jengkal tanah Palestina. Jaringan ini beroperasi hingga tahun 1989, dan sukses melakukan operasi rahasia dengan menculik dua serdadu Zionis, Ilan Sadoon dan Avi Sasbortas. Selain Mujahidin Palestina, saat itu dibentuk juga Brigade Abdullah Azzam dan Brigade Majd, yang beroperasi dengan tujuan yang sama.
Syekh Shalah Syahadah sendiri gugur sebagai syuhada pada 22 Juli 2002. Pasukan Israel Defense Forces (IDF) menghujani tempat tinggalnya di Gaza City dengan satu ton bom yang dimuntahkan dari pesawat temput F-16 milik Israel. Syekh Syahadah wafat bersama anak-anak dan istrinya. Kematian Syekh Syahadah disebut oleh Perdana Menteri Israel saat itu, Ariel Sharon, sebagai, ”satu dari sebuah kesuksesan besar yang diraih oleh Zionis.” Maklum, sebelumnya Israel menuduh Syekh Syahadah termasuk di antara tokoh yang terlibat dalam memproduksi roket al-Qassam dan persenjataan Hamas lainnya.
Nama Mujahidin Palestina yang digagas Syekh Syahadah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Brigade Izzuddin al-Qassam pada tahun 1991, dua tahun sebelum Kesepakatan Oslo, 1993, meskipun brigade ini secara tidak resmi sudah turut andil di tengah-tengah intifadhah pertama pada kurun waktu 1987-1994. Secara resmi, Al-Qassam diperkenalkan sebagai sayap militer Hamas. Secara resmi pula brigade ini mendeklarasikan tujuannya sebagai organisasi yang memperjuangkan kemerdekaan dan hak-hak bangsa Palestina di bawah naungan Islam, sesuai dengan al-Qur’an dan sunnah, serta tradisi para ulama salaf dengan segala dedikasinya bagi tegaknya Islam.
Untuk mewujudkan tujuan itu, Brigade al-Qassam merumuskan setidaknya tiga langkah perjuangan, yaitu menumbuhkan semangat jihad kepada kaum Muslimin di Palestina dan dunia Arab, mempertahankan setiap jengkal tanah kaum Muslimin Palestina dari pendudukan dan agresi Zionis, dan membebaskan tanah Palestina. Brigade ini, kerap melakukan aksinya dengan penutup wajah berwarna hitam dan ikat kepala hijau bertuliskan Kataaib al-Qassam (Brigade al-Qassam) dan kalimat tauhid. Topeng wajah ini digunakan semata-mata untuk menghindari incaran intelijen Zionis dan Tentara Pertahanan Israel (IDF).
Tak ada data yang pasti tentang berapa jumlah anggota brigade ini, meskipun intelijen Israel menduga ada sekitar 40.000 orang yang tergabung dalam sayap militer Hamas ini. Yang jelas, hampir setiap perempuan yang ada di Palestina berharap lahir dari rahim mereka para al-Qassam, para generasi yang bertekad untuk bersumpah setia melakukan perlawanan demi tegaknya dinullah dan membebaskan setiap inchi tanah al-Quds dari cengkeraman Zionis Yahudi. Para orangtua di Palestina berharap anak-anaknya kelak bisa menjemput syahid, menjadi pejuang dalam barisan brigade ini.
Sebagai organisasi perlawanan yang lahir dan terbentuk dari bawah, Brigade al-Qassam tak memiliki persenjataan yang canggih. Mereka bergerak melakukan perlawanan dengan mengggunakan senjata-senjata dan roket rakitan, yang dengan izin Allah SWT mampu menebarkan teror terhadap kaum Zionis. Sejak didirikan, para insinyur dalam brigade ini mampu membuat roket yang bisa menempuh jarak 840 km. Mereka membuat roket dengan nama-nama pemimpin mereka, seperti Roket al-Banna, Roket Yassin, Roket Batar, dan Roket al-Qassam. Intelijen Israel menyebut dalam kurun waktu terakhir, brigade ini dilatih menggunakan peralatan canggih, seperi senjata anti-tank, misil anti pesawat tempur, dan lain-lain.
Roket-roket yang kerap ditembakkan ke selatan wilayah Israel inilah yang dijadikan alasan Israel untuk melakukan agresi biadabnya ke jantung pertahanan dan otoritas Palestina di Jalur Gaza. Dibanding jet-jet tempur super canggih, tank-tank lapis baja, dan bom yang mengandung zat kimia white phosphorous (pospor putih), yang digunakan Israel, roket-roket rakitan Brigade al-Qassam tak mampu membuat kota-kota di tanah jajahan itu hancur lebur. Roket-roket brigade ini setidaknya ingin mengabarkan, bahwa dengan senjata seadanya, mereka mampu membuat Israel kalang kabut dicekam kematian.
Sejak Brigade al-Qassam secara terbuka memainkan perannya sebagai organisasi bersenjata, ribuan anggotanya sudah banyak yang menjadi syuhada dan dipenjara. Puncaknya, saat intifadhah kedua meletus pada 2000, banyak anggota al-Qassam yang gugur, di antaranya Syekh Shalah Syahadah (syahid pada 2002) dan Adnan Al-Ghoul.
Pada September 2005, brigade merilis nama-nama komandan dan fungsionaris organisasi ini, yaitu Mohammad Deif (Komandan Umum), Ahmad Jabari dan Marwan Isa (Asisten Mohammad Deif), Raid Said (Komandan di Gaza City), Ahmad al-Ghandur (Komandan di Utara Gaza dan Kamp Pengungsi Jabaliya), Muhammad abu Shamala (Komandan di Selatan Gaza), dan Muhammad al-Sanwar (Komandan di Khan Yunis).
Sebagai kelompok perjuangan Islam yang sangat militan dan fundamental, Brigade al-Qassam dimasukkan dalam daftar organisasi teroris oleh negara-negara kafir seperti Amerika Serikat, Israel, Inggris, Australia, dan Uni Eropa. Posisi inilah yang kerap menyudutkan Hamas, sebagai organisasi yang mengedepankan aksi kekerasan dan menjadikan warga sipil sebagai tameng perjuangan. Suatu propaganda dusta yang kerap dihembuskan media-media yang berada di bawah kontrol Zionis Yahudi.
Selain bertempur dalam perang terbuka, Brigade al-Qassam juga melakukan taktik perjuangan dengan melakukan bom syahid (isytishadiah) ke jantung-jantung pusat pemerintahan Israel. Mereka yang siap melakukan bom syahid adalah anak-anak muda yang mendambakan syahid sebagai cita-cita tertinggi dalam hidupnya. Untuk sebuah operasi isytishadiah, calon martir harus meluruskan niat dan membersihkan hati dari segala kepentingan duniawi. Mereka juga harus menargetkan sasaran setepat mungkin, terutama tempat-tempat yang menjadi basis Zionis. Untuk sebuah operasi bom syahid, seperti dituturkan oleh Syekh Shalah Syahadah, setidaknya membutuhkan dana 3500 US dollar sampai dengan 50.000 US dollar. (Wawancara Syekh Shalah Syahadah, www.al-qassam.ps).
Apa yang menjadi terget al-Qassam? Benarkah mereka menargetkan rakyat sipil Israel? ”Kami tidak pernah menargetkan sekolah dan memerintahkan untuk membunuh anak-anak. Kami tidak pernah menargetkan rumah sakit, meskipun itu sangat mudah bagi kami. Kami tidak memerangi Yahudi karena semata-mata mereka Yahudi. Kami memerangi mereka karena mereka menjajah kami. Kami tidak memerangi mereka semata-mata karena keyakinan mereka. Kami memerangi mereka karena mereka merampas tanah kami,” tegas Syekh Shalah Syahadah.
Al-Arabi Center for Research and Studies, sebuah lembaga survei yang pernah melakuan penelitian tentang target penyerangan terhadap obyek sasaran yang sudah diraih oleh Brigade al-Qassam dan faksi jihad lainnya di Palestina menyebutkan, 47 persen dari musuh (zionis) yang menjadi target sasaran tewas, sedangkan 44,5 persen dari mereka yang menjadi target mampu dilumpuhkan atau terluka. Sedangkan faksi perlawanan lain yang juga mempunyai visi pembebasan Palestina hanya mampu meraih 20,1 persen target yang tewas dan 21,8 persen yang terluka. Angka ini menunjukan bahwa perlawanan al-Qassam lebih sengit ketimbang faksi jihad lainnya.
Hamas dan Brigade al-Qassammnya, tak hanya mengandalkan kekuatan senjata, tetapi juga keyakinanan akan sebuah kemenangan. Karenanya, bagi al-Qassam, statistik soal kekuatan pasukan Zionis bagi mereka sama sekali tak berarti. Di medan tempur, al-Qassam percaya, keyakinan dan mental juang mereka akan mengalahkan kekuatan sehebat apapun yang dimiliki serdadu Zionis penjajah! Brigade ini bertekad menghancurkan seluruh pasukan Zionis di tanah jajahan, seperti halnya Jaysu Muhammad, tentara Muhammad saw, meluluhlantakkan dan menghinakan kekuatan Yahudi di Khaibar. Khaibar, Khaibar ya Yahud! Jaysu Muhammad saufa ya’ud!